Kamis, 20 Juni 2013

ASUHAN KEFARMASIAN


                       Definisi Pharmaceutical Care dan Pharmaceutical Public Health
Pharmaceutical care adalah patient centered practice yang mana merupakan praktisi yang bertangung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung jawab terhadap komitmen (Cipole dkk, 1998). Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung  apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah  konsep yang melibatkan  tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990).
Outcome yang dimaksud adalah  (Heppler and strand, 1990) :
1.      Merawat Penyakit
2.      Menghilangkan atau menurunkan gejala
3.      Menghambat atau memperlama proses penyakit
4.      Mencegah penyakit atau gejala
Pharmautical public health didefinisikan bahwa apoteker dapat menerapkan ketrampilan farmasi, pengetahuan dan sumber daya untuk mendukung data-data objektif dengan  tujuan menetapkan, menangani dan memantau  kebutuhan  kesehatan yang nyata dari populasi. (Armstrong dkk,2005)
Pharmaceutical Public Health juga didefinisikan sebagai penerapan dari pengetahuan, ketrampilan dan sumber daya dari ilmu pengetahuan dan seni dalam pencegahan penyakit, memperpanjang hidup, mendukung, melindungi dan memperbaiki kesehatan dalam suatu komunitas (WHO, 2006)


            Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care
Fungsi dari asuhan kefarmasian adalah (Heppler and strand, 1990) :
1.      Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
2.      Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat / Drug Related Problem (DRP).
3.      Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.
    Apoteker bertanggung jawab dalam menjalankan Pharmaceutical Care, antara lain :
1.      Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya (a) semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi, (b) Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif, (c) Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman, dan (d) pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.
2.      Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi, dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems)
3.      Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yang diinginkan
4.      These responsibilities are fulfilled by caring for each patient as an individual in a way that benefits the patient, minimizes harm, and is honest, fair, and ethical.
5.      Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab Klinis dengan cara menemukan standar professional dan ethical behavior prescribed dalam filsafat dari Praktik Asuhan Kefarmasian.
6.      Standar dalam sikap frofesional termasuk menyediakan asuhan kefarmasian dalam specified standard of care, membuat keputusan secara etis, menunjukan collegiality, kolaborasi, memelihara kompetensi, menerapkan research findings where appropriate, and being sensitive to limited resources
7.      It is the pharmaceutical care practitioner's responsibility to hold colleagues accountable to the same standards of professional performance. The success of the practice will depend upon it.
8.      Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia. Mengakui that the patient is the ultimate decision maker. Selalu menjaga prifasi pasien.
Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990, badan dunia di bidang kesehatan tersebut mengakui/merekomendasi/menetapkan kemampuan untuk diserahi tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) :
1.      Memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol.
2.      Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham prinsip-prinsip penyediaannya.
3.      Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4.      Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.
5.      Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan (minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang telah ditentukan dengan jelas pengobatannya.
6.      Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan pelayanan farmasi
Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam  upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Apoteker berada dalam  posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan medication errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, praktek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.

                       Implementasi Asuhan Kefarmasian
            Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Pharmacetical care meliputi
Assesment
-          Bertemu dengan pasien
-          Menetapkan hubungan terapi
-          Memperoleh informasi yang relevan dari pasien
-          Menetapkan siapa pasien anda dengan cara mempelajari alasan untuk menemui, demografi pasien, pengobatan dan informasi klinis yang lainnya.
-          Membuat keputusan terapi rasional menggunakan Pharmacotherapy Workup

-          Menetapkan kebutuhan obat pasien yang dijumpai (indikasi,efektifitas,keamanan,kepatuhan), identifikasi DRP.
Care plan
-          Menetapkan tujuan terapi
-          Negosiasi dan and agree upon endpoints and timeframe for pharmacotherapies with the patient
-          Memilih intervensi yang tepat untuk : resolusi DRP

-          Menghargai goal terapi
-          Mencegah masalah terapi obat
-          Mempertimbangkan alternative terapi
-          Memilih Farmakoterapi yang specifik untuk pasien
-          Memilih intervensi tanpa obat
-          Edukasi pasien
-          Membuat jadwal follow-up evaluation
-          Menetapkan jadwal secara tepat dan sesuai secara klinis untuk pasien
Follow-up evaluation
-          Menetapkan bukti klinis/ lab pasien outcome terbaru dan mebandingkan terhadap tujuan terapi yang ditetapkan sebagai efektifitas terapi obat
-          Evaluasi efektifitas farmakoterapi

-          Menetakan bukti klinis/lab adverse effect untuk mnetapkan keamanan terapi obat
-          Evaluasi keamanan farmakoterapi
-          Menetapkan kepatuhan pasien

-          Status dokumen klinis dan perubahan dalam farmakoterapi yang diperlukan
-          Membuat keputusan sebagai yang diatur dengan terapi obat.

-          Menilai pasien untuk DRP terbaru
-          Identifikasi DRP yang baru dan penyebabnya

-          Jadwalkan evaluasi selanjutnya
-          Sediakan perawatan lanjutan

                                                                                                            (Cipole dkk, 1998)

            Asuhan Kefarmasian Sebagai Ruh Good Pharmacy Practice (GPP)
WHO & FIP telah menerbitkan panduan Good Pharmacy Practice (GPP) dan menghimbau semua negara untuk mengembangkan standar minimal praktik farmasi. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yg berkualitas.
Good Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi para Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya di sarana pelayanan kefarmasian.  Good Pharmacy Practice (GPP) merupakan praktek kefarmasian yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang menggunakan  jasa apoteker untuk memberikan pelayanan yang optimal, asuhan berbasis bukti.
Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik [CPFB] (=Good Pharmacy Practice [GPP]) adalah suatu pedoman, sebagai perangkat untuk memastikan Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien di Apotek, Puskesmas, Klinik maupun Rumah Sakit agar memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian).
Pelaksanaan konteks Good Pharmacy Practice (GPP) yang berlandaskan konsep asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) memerlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Sudjaswadi, 2001):
1.      GPP mensyaratkan bahwa perhatian pertama dan utama seorang apoteker di semua aspek adalah mengenai kesejahteraan pasien.
2.      GPP mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan farmasi adalah untuk membantu pasien menggunakan obat-obatan terbaik, meliputi persediaan obat dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan kualitas terjamin, menyediakan informasi dan saran yang tepat, pemberian obat, kapan saat membutuhkan obat, dan pemantauan efek penggunaan obat-obatan.
3.      GPP mensyaratkan bahwa bagian integral dari kontribusi apoteker adalah mempromosikan peresepan yang rasional dan ekonomis, termasuk proses dispensing.
4.      GPP mensyaratkan bahwa tujuan dari setiap elemen pelayanan kefarmasian relevan dengan pasien, didefinisikan secara jelas dan dikomunikasikan secara efektif pada semua yang terlibat. Kolaborasi multidisiplin antara kesehatan-asuhan secara professional adalah faktor kunci untuk keberhasilan meningkatkan keselamatan pasien.


SUMBER

Amstrong dkk, 2005, The contribution of  community pharmacy to  improving  the public’s health, Report 3:  An overview of  evidence-base  from 1990 –  2002 and  recommendations  for action.
Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System
Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician's Guide, 2nd Edition.
Hepler and Strand , 1990, Opportunities and Responsibilities in Pharmaceutical Care
Sudjaswadi, 2001, Farmasi, Farmasis, dan Farmasi Sosial (Pharmacy, Pharmacist, and Social Pharmacy)
World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A focus on patient care HANDBOOK – 2006 EDITION. World Health Organitation

1 komentar:

  1. Sangat membangun dan materinya sangat membantu. Terimakasih...

    BalasHapus